Tuesday, October 07, 2008

Isyarat adalah Tanda

Punggung saya terluka ketika tersangkut terali besi jendela. Saya mengaduh keras. Meskipun tidak koyak, tetapi kulit punggung lecet. Ada darah menetes dan memerahi kaos putih bertuliskan Hiking Bukit Bendera. Hadiah dari konsulat ketika mengikuti pendakian bukit tertinggi Pulau Pinang menyambut hari kemerdekaan. Padahal, sisa sakit sebelumnya, akibat terbentur pipa air masih terasa. Duh, tiba-tiba tebersit, ada apakah gerangan ini? Lamat-lamat ketakutan menyeruak bahwa kejadian ini adalah pertanda buruk. Untung, isteri menghibur, "Udah ah, jangan ngelantur".

Namun sekarang saya masih memikirkan dua kecelakaan ini. Mungkin, saya bisa mengatakan bahwa ketidakcerdasan ruang (intellingence of space) yang membuat saya terbentur benda keras. Seharusnya, seluruh gerak saya mempertimbangkan keadaan sekitar, namun malah saya mengabaikan. Celakanya, saya telah menikmati rumah itu selama tiga bulan, sehingga tata ruangnya telah tertanam di benak, tapi justeru saya tidak akrab dan memerhatikan kemana gerakan ini harus diarahkan.

Tapi, biarlah, mungkin saya harus menyemai makna lain bahwa saya belakangan ini tidak lagi memerhatikan keperluan tubuh: berolahraga. Ya, seharusnya setelah bulan puasa, saya memulai rutinitas kembali, jogging atau kegiatan lain yang membuat badan ini renggang. Aha, ternyata inilah cara tubuh saya menegur tuannya agar tidak alpa bahwa tubuh juga mempunyai hak untuk dipanaskan.

No comments:

Syawal Keempatbelas

Kami memenuhi undangan tetangga untuk memperingati 100 hari kepergian Pak Muhammad Imam Wahyudi. Sebelumnya kami mendapat surat undangan unt...