Friday, November 07, 2008

Sore yang Bahagia Itu

Sambil membaca Freedom, Modernity and Islam oleh Richard K Khuri, saya mendengarkan lagu Melayu 1990-an, Iklim, yang dibuka dengan lagu hitsnya Suci dalam Debu. Karya ini pernah bertengger di tangga puncak di radio Indonesia. Tiba-tiba, pikiran saya melesat ke kampung, ketika seorang pendengar dengan khusyu' membawakan lagu ini dengan petikan gitar, sebuah pertanda lagu ini benar-benar disukai orang ramai. Salim, sang pelantun, menyuguhkan suara khasnya menemani saya melawan bosan menunggu.

Peristiwa di atas terjadi bukan karena sengaja, tetapi pengisian waktu luang setelah kehendak pulang tidak menjadi kenyataan karena hujan tiba-tiba turun menderas. Saya membuka tirai agar bisa menikmati air yang bertaburan dan sempat melihat tanah bergeliat tertimpa butiran dan tampak riang karena basah menghilangkan gundah. Namun anehnya, awan yang tadi menutup bukit itu tersibak dan seberkas sinar keluar dari balik gumpalan warna hitam di atas sana. Akhirnya, matahari itu terlepas dari bayangan gelap, bersinar terang dan pemandangan ini menyuguhkan romansa, hujan dalam terang.

Membaca buku selalu membawa saya pada pengalaman para penulis yang biasa diterakan di dalam prakata. Betapa hubungan intelektual mereka mengandaikan hubungan kemanusiaa yang intim, yang dibangun tidak hanya di ruang seminar, tetapi juga cafe atau warung kopi. Tentu pertukarang mereka dengan para sarjana yang lain mengkayakan pemikirannya tentang sebuah persoalan, baik melalui pertemuan langsung maupun melalui karyanya. Demikian pula dengan penulis di atas. Ya, kita bisa mereguk pengalaman liyan untuk membantu melakukan hal yang sama. Paling tidak membacanya, kita telah turut merayakan kedekatan mereka dengan pengetahuan.

No comments:

Puasa [17]

  Berhenti sejenak untuk membaca koran Jawa Pos , saya tetiba merasa lungkrah. Satpam kampus memutar lagu jiwang, pas Iklim dengan Hanya Sua...