Kehadiran saya pada seminar sastra remaja di kampus membuka banyak ruang memahami kemelut hari ini: ketidakberdayaan orang tua memberi bekal anak muda  bacaaan yang mencerahkan. Media elektronik telah menyihir mereka dengan pesona yang dangkal, namun telah terpatri kuat dalam kegiatan sehari-hari remaja.
Kehadiran penulis novel remaja terkenal, seperti Ahadiat Akashah dan Mawar Shafe'ie, melengkapi pertemuan ini dengan protes penulis novel 'pop' yang selama ini dianggap tidak mempunyai bobot ternyata tidak beralasan. Mereka justeru mempunyai tanggungjawab moral bagaimana menanamkan nilai-nilai kebaikan pada pembacanya. Tentu, beberapa pembicara lain yang berbicara dari perspektif psikologi dan filsafat turut mengayakan pembahasan bagaimana seharusnya mewujudkan korpus sastra remaja dan tentu menyebarluaskan karya ini kepada khalayak luas.
Tentu, dukungan yang kuat dari orang nomor satu USM, Tan Sri Dato Dzulkifli Abdul Razak, dalam  pidato utama (keynote speech) telah mewarnai perbicangan menjana korpus dan membinca khalayak sastra selama dua hari, 23-24 Desember 2008 di Dewan Budaya. Informasi yang kaya tentang masalah kerusakan lingkungan, krisis identitas, dan kemiskinan diharapkan menjadi data dalam penulisan novel, sehingga remaja bisa mengenal isu lebih luas, tidak hanya melulu cinta.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Ruang Baca
Saya meletakkan pesan Pak Musa Asy'arie di loteng, tempat kami menyimpan buku. Berjuang dari Pinggir adalah salah satu karya beliau yan...
- 
Semalam, kami berlatih menyanyikan lagu daerah, Apuse Kokondao Papua dan Ampar-Ampar Pisang dari Kalimantan. Ibu Yunita, mahasiswa PhD Musik...
 - 
Ke negeri Temasek, kami menikmati nasi padang. Kala itu, tidak ada poster produk Minang asli. Pertama saya mengudap menu negeri Pagaruyung ...
 - 
Ahmad Sahidah lahir di Sumenep pada 5 April 1973. Ia tumbuh besar di kampung yang masih belum ada aliran listrik dan suka bermain di bawah t...
 
No comments:
Post a Comment