Beberapa hari yang lalu, seorang tua, yang mengunjungi surau kami, menyapa di pintu. Beliau tersenyum tulus dan menyatakan bahwa setiap hari Rabu akan datang. Tempat tinggalnya cukup jauh, Sungai Dua,  dari surau yang bertempat di Bukit Gambir, namun orang tua itu ingin menyemarakkan rumah ibadah berwarna hijau muda itu.
Beberapa hari sebelumnya, serombongan jamaah Tabligh juga menginap di surau itu selama tiga hari. Mohammad Amin, kepala rombongan, sempat ngobrol  dengan saya menjelang Maghrib. Malahan, ada beberapa anak kecil yang turut serta, mungkin karena liburan, orang tuanya mengajaknya turut serta berihlah. Merekah inilah yang acapkali membuat surat kami tak direnggut sepi. Riuh rendah setelah dan sebelum shalat mengusir muram.
Ya, kami berharap bahwa penghuni flat akhirnya terketuk hatinya untuk mendatangi surau, agar ia tidak roboh. Apatah lagi, sekarang keadaannya telah banyak berubah. Warnanya terang dan pintu pagar telah diperbaiki sehingga dengan kokoh menghalang binatang liar mengganggu ketentramannya. Namun, pesona itu akan pudar jika penghuni rumah susun ini tidak mau merawatnya.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Ruang Baca
Saya meletakkan pesan Pak Musa Asy'arie di loteng, tempat kami menyimpan buku. Berjuang dari Pinggir adalah salah satu karya beliau yan...
- 
Semalam, kami berlatih menyanyikan lagu daerah, Apuse Kokondao Papua dan Ampar-Ampar Pisang dari Kalimantan. Ibu Yunita, mahasiswa PhD Musik...
 - 
Ke negeri Temasek, kami menikmati nasi padang. Kala itu, tidak ada poster produk Minang asli. Pertama saya mengudap menu negeri Pagaruyung ...
 - 
Ahmad Sahidah lahir di Sumenep pada 5 April 1973. Ia tumbuh besar di kampung yang masih belum ada aliran listrik dan suka bermain di bawah t...
 
No comments:
Post a Comment