Friday, October 08, 2010

Profesor Carl Ernst


Sebelum sampai ke ruangan ini, saya berjalan kaki ke banyak tempat di kampus, kantor penerbit, kantin Alumni dan baru ke Dewan Persidangan Universitas untuk mengikuti ceramah umum oleh Profesor Karl Enst yang akan mengungkap sikap Eropa dan Amerika terhadap Islam. Hampir setiap detik langkah, dada ini ditaburi angin segar dan telinga sekali-kali dipenuhi cericit burung. Matahari bersinar lembut, karena pagi baru datang. Aha, saya menjejaki lorong baru, melewati laboratorium biodiversitas, yang tembus ke penerbit. Biasanya dengan sepeda motor, saya mengambil jalan beraspal, namun dengan kaki saya bisa merasakan lebih banyak ruang yang bisa dibaui.

Tak perlu waktu lama, saya hanya menyerahkan bungkusan kepada pegawai yang bertugas di jantung kampus, dunia perbukuan. Lalu, saya beranjak pergi dengan mengambil jalan lain, sekolah bahasa, dan menuju ke kantin alumni. Niat hati ingin duduk sendirian, saya akan meneruskan pembacaan Sang Pencerah di pinggir panggung yang menghadap laut dan jurang hijau. Namun kehendak itu tak menjadi kenyataan, saya malah mendekati seorang teman yang juga duduk bersama kawannya. Kami pun ngobrol ke sana-kemari, mengusir pagi.

Setelah hampir sejam, saya pamit untuk menghadiri ceramah. Sesampai di tempat, saya berjumpa dengan banyak orang, sebagian mereka saya kenal dengan baik. Di dalam ruangan, saya memerhatikan peserta dari pelbagai latar belakang. Nah, dari perbedaan inilah, sesi tanya-jawab menggambarkan ketidaksamaan pandangan tentang Islam, Kristen dan Barat. Sementara, salah seorang dari media, Encik Kamarul menggugat profesor tentang peran media dalam menyampaikan informasi. Tentu, yang menarik dari pernyataan guru besar itu adalah tentang siapa sesungguhnya yang mempunyai kekuasaan pemujukan (a power of persuasion)? Media, intelektual atau politisi? Menurut saya, jawabannya mudah, mereka semua memiliki daya itu. Masalahnya siapa yang lebih mampu menggerakkan agar dorongan itu menjadi tindakan? Saya berpikir otoritas, dalam pengertian hermeneutik dan politik.

1 comment:

Berita Daerah said...

Sebuah wacana baru dibukakan, semoga bermanfaat untuk yang lainnya juga...

Puasa [17]

  Berhenti sejenak untuk membaca koran Jawa Pos , saya tetiba merasa lungkrah. Satpam kampus memutar lagu jiwang, pas Iklim dengan Hanya Sua...