Sunday, January 23, 2011

Pondok Jawa Timur

Malam sebelumnya, saya telah merencanakan untuk menikmati ayam penyet. Meski hanya melihat gambarnya di papan tanda, yang dipasang di depan Plaza Singapura, saya membayangkan menu makan malam yang lezat keesokan harinya. Ternyata, sambal ayam penyet yang ditambahi dengan tahu-tempe betul-betul memantik selera. Tak hanya itu, pekerjanya yang berasal dari Sunda dan Kalimantan tampak sangat ramah. Demikian pula, pekerja lokal berlaku sama, dekat dengan pelanggan.

Menikmati ayam penyet akan terasa afdol dengan menggunakan tangan. Ini mengingatkan saya pada masa kuliah,di IAIN Sunan Kalijaga di mana hampir setiap malam mengasup makan malam berupa tempe penyet di warung Pak Hasan, tak jauh dari tempat kos dan kampus. Terus terang, saya tak begitu menikmati makanan cepat saji, karena kadang disebut dengan makanan sampah (junk food), kecuali dalam keadaan terdesak dan menukar kupon yang diperoleh secara gratis ketika berurusan dengan bank. Kata pengamat, budaya kita yang santai tak cocok dengan gaya makan di kedai tersebut yang diperuntukkan untuk orang yang tergesa-gesa.

Malam itu, saya tak hanya memenuhi rasa kangen itu, tetapi juga melihat suasana warung yang kental dengan nuansa Jawa Timuran, seperti topeng, batik jarit, dan sate Madura. Pada waktu yang sama, tak jauh dari warung, Just Beer, warung minuman keras, menyajikan musik hidup (music life), seorang penyanyi perempuan berambut pendek pirang dan pemain gitar lelaki. Semua lagu yang dilantungkan berbahasa Inggeris, termasuk Waka Waka oleh Shakira yang membuat malam terasa lebih hangat. Di Negeri Singa, semua tampak serasi, berjalan harmoni.

No comments:

Layangan

Kemarin, Zumi bilang, ia lupa mengucapkan hari ayah. Tetapi, dulu ia pernah menuliskan pesan dengan bantuan kakak.  Apa yang membuat ayah da...