Sunday, January 02, 2011

Sejarah Arab dan Pagi Kedua


Untuk hari kedua di awal tahun 2011, imam dan tukang azan masih sama. Biasanya setelah Subuh saya menekuri komputer atau mengerjakan pekerjaan rumah tangga, namun kali ini tidak, pergi ke warung India Muslim, Khaleel, di kala gelap masih menyelimuti Bukit Gambir. Padahal angka jarum jam telah menunju 6.30, waktu yang tak lagi gelap di kampung halaman. Anda bisa lihat langit gelap itu, yang ditingkahi lampu jembatan penyeberangan yang memisahkan asrama dengan kampus induk. Udara masih bersih. Hiruk-pikuk kendaraan belum menyeruak. Benar-benar, suasana hari yang menentramkan.

Agar tak bengung, saya membuka buku yang dibawa di rumah. Meskipun judul buku itu berbahasa Inggeris, karya Philip K Hitti itu telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh penerbit Serambi. Meskipun terkantuk-kantuk, saya mencoba untuk mengurai satu per satu barisan huruf. Sekali-kali, saya menggarisbawahi kalimat penting dan menarik, bahkan kadang menebalkan kalimat dengan warna pink. Apakan tidak, seorang raja yang berkuasa di Spanyol pada abad pertengahan selama beberapa tahun dan mempunyai gundik berkeluh-kesah hanya menikmati kebahagiaan selama 14 hari dalam hidupnya (lihat hlm. 668). Ada banyak kisah mengiris hati dalam sejarah penguasa Muslim di Andalusia, misalnya, bagaimana seorang ayah tega menghabisi nyawa semua anaknya agar ia tak tergantikan di singgasana kekuasaan. Tragis!

Namun sedahsyat apa pun cerita, saya masih terkantuk-kantuk. Kadang mata terpejam, meskipun mata tak bisa lelap. Di ujung ada dua remaja Tionghoa sedang bercengkerama dengan rokok di tangan. Sayangnya, setelah tembakau habis, mereka membuang begitu saja puntung, padahal sisa itu bisa dibuang di asbak yang berada di meja tak jauh dari tempat mereka duduk. Dari matanya, mereka tampak belum tidur semalaman. Lalu, pagi pun hadir bersama makin banyak pengunjung berdatangan. Saya pun beranjak untuk memesan roti canai dan mengambil nasi lemak untuk dibawa pulang. Sambil membaca koran The Star, saya menghabiskan sisa kopi, lalu membayar di kasir. Sebelum mengambil motor, saya sempat membeli koran Kosmo!, surat kabar yang dianggap tidak cool oleh Hishamuddin Rais, pemilik blog paling banyak dikunjungi di Malaysia, Tukar Tiub, selain Che Det, milik Mahathir Mohammad.

1 comment:

Bruce said...

"Kejernihan adalah mula dari segala". Mudah2an kalimat bijak yang jadi penghias blognya pak Ahmad tadi selalu mengiringi bapak selama membaca bukunya Philip K. Hitti tsb. Buku yang super tebal tsb memang mengulas sejarah Arab, yang menjadi bagian dari sejarah peradaban besar dunia berkat adanya Islam di daerah itu. Kisah2 tragis seperti yang bapak ceritakan tsb memang bagian dari sejarah Arab/Islam tsb. Mudah2an di tulisan2 berkutnya pak Ahmad dengan segala kejernihannya mahu mengulas lebih dalam lagi sisi gemilang dari sejarah Khilafah Islamiyah tsb. Amiin...

Syawal Keenambelas

Bersama TKI, kami pergi pada dini hari ke bandara ketika Anda tidur atau menonton laga bola Inggeris lwn Belgia.  Sebagian buruh dari Madura...