Saturday, September 14, 2019

Merawat Pengetahuan

Dalam sebuah pertemuan santri dengan para kiai, almarhum KH A Warits Ilyas menegaskan bahwa hubungan kiai-santri secara spiritual dan intelektual akan senantiasa terjaga dalam naungan ahlussunnah waljamaah.

Secara spiritual, santri tentu menautkan pada sumber dan mengalirkannnya di rumah, tempat kerja, dan bahkan di warung kopi, berupa pengajian. Di pintu masuk, kita bisa merenung perkataan "cinta kopi adalah sebagian dari iman".

Jalan tasawuf saya adalah jejak Kiai Ahmad Basyir yang menekankan salat berjamaah, membaca Alqur'an, dan salat malam. Betapaun sulit, santri tentu akan berusaha menjalaninya. Tentu, kebiasaah almarhum yang saya lakukan hingga sekarang adalah menyapu halaman dengan sapu lidi. Sejati.

Secara intelektual, kami membahas buku, termasuk Buku Yang Rapuh. Dulu, saya membahas buku Tuhan, Manusia, dan Alam di Kancakona Kopi Sumenep bersama Ra Miming, allahummaghfirlah. Di Kancakona Kopi Jember, saya tidak hanya berbagi cerita karya, tetapi juga mengenang kembali masa lalu. Dari banyak angkatan, kita bisa bertukar kisah agar hidup ini tak dirundung gundah. 

Thursday, September 12, 2019

Pulang

Ketika pergi, kami menaik dan pulang kami menikmati jalan menurun.

Musim kemarau membuat sebagian pohon meranggas. Tapi, keindahan yang lain hadir: kegersangan dalam keseronokan. Mengapa? Sudut pandang digeser, yakni jalan mulus dan pemandangan langit biru.

Demikian juga hidup. Kita hanya perlu menghadirkan alam sebagai rumah besar, dan kediaman adalah tempat tinggal yang kecil. Jika yang besar hancur, yang kecil lebur.

Dari Jember ke Paiton, kami melalui Bondowoso yang menyuguhkan banyak penglihatan. Di arak-arak, kita bisa berdiri melihat alam bebas dan merasakan betapa kita memiliki semua, yang seringkali ditinggalkan sebab kita ingin sesuatu yang lain, yang anehnya hanya ada dalam keinginan. 

Tuesday, September 03, 2019

Pijat

Untuk ketiga kalinya, saya duduk di kursi ini. F mengurut kaki dan jemari. Tak hanya telapak, jari-jari terasa sakit. Sepertinya ada pasir di situ. Saya pun bertanya pada lelaki berusia 24 tahun ini tentang titik pusat  sakit kepala. Segera ayah yang sedang menunggu kelahiran anak pertama tersebut menyebut ujung jemari.

Sambil menikmati angin siang, saya mendengar pandangannya tentang banyak hal, seperti politik dan pendidikan. Di kampungnya, Pakuniaran, Partai Nasdem menguasai lumbung suara karena faktor Pak Hasan. Ia menyelesaikan SMAnya dan memilih bekerja setelah lulus.

Setelah setengah jam kemudian, saya pun beranjak dari kursi dan merogoh dompet untuk mengambil duit sebesar Rp 20 ribu. Si ibu telah membeli kebutuhan dapur dan si kecil masih asyik dengan sepeda beroda tiga di arena permainan. Pikiran ini nyaman ketika tubuh ringan.  Demikian juga sebaliknya berlaku. Tak mudah menjaga keseimbangan. 

Sunday, September 01, 2019

Pantai

Zumi dan teman-temannya Taman Pendidikan Alqur'an berwisata ke pantai Duta. Mereka naik odong-odong. Sang ibu mendampingi si bungsu. Maklum, murid TK Anaprasa ini belum bisa membawa dirinya.

Kami berdua berangkat duluan. Sesampai di pintu gerbang, saya membayar karcis masuk dan parkir sebesar Rp 15 ribu. Lalu, Biyya bergegas ke tepi pantai, mencari cangkang kerang. Si sulung tampak gembira menikmati air, pasir, dan pemandangan.

Setelah itu, kami menyusuri jalan setapak berkayu untuk menikmati "hutan mangrove". Angin berhembus lembut. Matahari sore hangat. Tak perlu waktu lama kami mengelilingi kawasan peranginan ini. Tak hanya itu, kami juga melihat pembibitan pohon cemara. Di sini, Biyya juga belajar tentang pelestarian lingkungan. Lalu, kami berdua berjamaah asar di surau yang bersih itu. Menjelang tahun baru, warga kampung bertadabbur agar kesadaran terhadap alam tidak kabur. 

Majemuk

Selama abad kelima, orang-orang Yunani menyadari bahwa hukum dan adat istiadat beranekaragam dari satu masyarakat ke yang lain, serta satu t...