Wah, buku yang diluncurkan bukan karya terbitan baru, tetapi lawas. Ini termasuk terobosan bahwa coretan lama bisa mengisi ruang atas pertimbangan keterkaitan dengan isu.
Karya ini lahir dari jalan panjang mengulik bahasa, dari pembelajaran di sekolah, madrasah, hingga perguruan tinggi. Nama-nama Pak Aqib, Kiai Muqit, Pak Asy'ari, Pak Hafidz dan Bu Nafilah adalah sosok yang mengenalkan secara lebih serius tentang bahasa dan pernak-perniknya.
Mengapa kata itu rapuh? karena ia mudah retak sebab hal-hal di luar "linguistik" bisa hadir menggeser, yang kata Pierre Bourdieu tidak lagi berada di bawah kekuasaan kaum Linguis.
Fathol Kholiq, teman baik, telah mengetengahkan cetusan saya di Majalah Tempo ke tengah khalayak agar kepekaan terhadap kata melempangkan jalan untuk meraih makna. Tabik.
No comments:
Post a Comment