Thursday, May 25, 2023

Kelezatan


Betapa kebiasaan sehari-hari yang kita lakukan terkait dengan banyak isu sejak zaman klasik. Tatkala kecambah mentah dicampur ulekan terasi bakar, goreng ikan kering, nasi jagung, dan kuah kelor menimbulkan selera pada waktu kecil, itu karena saya baru bermain bola di lapangan sebelah rumah. Dalam keadaan lapar, kita bisa kalap. Jelas, secara sederhana diet ini tepat, karena menu tersebut memenuhi kebutuhan karbohidrat, sayur, dan protein. Tetapi, kini menu seperti ini hampir musnah dengan masuknya gaya hidup baru dalam masyarakat.

Tentu, selera terhadap menu luar tidak memaksa pelaku usaha untuk mengimpor bahan-bahan tersebut karena akan menambah jejak karbon. Kita tentu tidak ingin menukar pemenuhan selera dengan mengorbankan kelestarian lingkungan. Belum lagi, konsumen membayar lebih mahal makanan yang seharusnya bisa diganti dengan bahan lokal. Meskipun kita tahu bahwa banyak jenis menu lain yang kita punya berasal dari negeri asing yang telah disesuaikan dengan lidah sendiri.

Apa pun, pekerjaan rumah yang mungkin masih belum dikerjakan adalah swasembada bahan pangan, seperti kedelai. Bahan tempe yang disukai oleh banyak warga ini perlu dipikirkan untuk dibudidayakan sesuai dengan tanah kita, termasuk diganti dengan kacangan serupa. Bayangkan kelezatan dari tempe mendoan, tepung yang digunakan untuk menguliti kudapan ini juga diimpor luar. Kelezatan itu sejatinya tidak hanya berhenti di lidah, tetapi juga di pikiran kita. Makanan yang tidak dihasilkan oleh tanah sendiri adalah celaru!

No comments:

Majemuk

Selama abad kelima, orang-orang Yunani menyadari bahwa hukum dan adat istiadat beranekaragam dari satu masyarakat ke yang lain, serta satu t...