Mengapa everything is running well dalam bahasa kita diterjemahkan dengan segala sesuatunya berjalan dengan baik? Andai kata kita mengucapkan segala sesuatunya berlari dengan baik, apakah mitra bicara kita bisa memahaminya mengingat berjalan dan berlari sama-sama mengandaikan gerak? Pasti, orang tersebut mengerutkan dahi dan mungkin paham apabila penutur menyebutkan persamaan dalam bahasa Inggris-nya.
Frasa itu tentu bisa dipahami bahwa orang Barat melakukan sesuatu lebih cepat dibandingkan kita yang mungkin dipengaruhi oleh alam pikiran dunia Jawa, alon-alon asal kelakon (pelan-pelan, yang penting bisa dikerjakan). Namun, memahami makna tidak semudah dan sesederhana ini. Setiap kata, frasa, dan kalimat membayangkan aspek pengertian, nada, perasaan, dan maksud.
Kedua frasa ini tidak bisa ditekuk bahwa running yang bermakna ’lari’ akan dipahami bersama oleh kedua penutur. Hanya sesuatu itu baik apabila dikerjakan dengan cepat, sementara kita harus menimbang sesuatu dengan cermat dan tidak terburu-buru sehingga sesuatu bisa dikerjakan dengan baik. Pendek kata, terjemahan harfiah itu tidak cukup sehingga pengalihbahasaan secara kontekstual perlu hadir agar kedua bahasa bisa disejajarkan.
Kesejajaran ini tentu menjadi problematik apabila kita memahami kata kunci keagamaan dalam bahasa Arab dari sudut pandang bahasa Indonesia dan Inggris. Lema-lema wahyu, kitab, dan nabi diserap ke dalam bahasa Indonesia, sementara disebut secara berbeda ke dalam bahasa Inggris menjadi revelation, book, dan prophet. Dari sini, kita membayangkan ada perasaan yang berbeda apabila kita menyebut kitab dan buku, karena keduanya dianggap memiliki asal-muasal yang berbeda, yakni dari Tuhan dan manusia.
Surga dan Neraka
Namun, menariknya, penggunaan kata surga dan neraka yang berasal dari bahasa Sanskerta, swarga dan narakah, tidak mengusik kita untuk menyoalnya, padahal keduanya berasal dari tradisi agama yang berbeda. Sebenarnya, kata jannah dan nar sebagai padanan juga menimbulkan bunyi yang dianggap gagal menggambarkan imajinasi tentang keduanya apabila disebut dengan kebun dan api. Itu artinya bahwa pemilihan istilah itu terkait dengan konvensi dan arbitrer.
Lagi-lagi, kata kebun dan api tidak serta-merta dipandang sebagai lema yang bermakna dasar saja, tetapi juga relasional, sekaligus medan semantik. Meski demikian, unsur-unsur yang ada pada dua kata ini menggambarkan hubungan yang erat, yakni kebaikan berbuah ketenangan dan kejahatan menyebabkan ketidaknyamanan. Kebun sebagai tempat yang hijau dan udara segar jelas perlambang dari ketenteraman, sementara api yang panas adalah simbol dari kegelisahan dan penderitaan.
Apa pun, apabila orang memahami kata surga dan neraka secara tersirat, ia akan melihat bahwa keduanya adalah ganjaran bagi mereka yang berbuat kebaikan di dunia. Dari sini, kata (word) itu mewakili sesuatu (thing), di mana kata yang terakhir merupakan impian manusia sejagat yang disampaikan dengan tanda yang berbeda. Ketika seseorang bisa menjejaki akar, ia tidak lagi menyoal kata, tetapi merayakan makna.
Sumber: Ahmad Sahidah, opini KOMPAS, 25 Juli 2023 (Lihat di sini: Memahami Makna).
No comments:
Post a Comment