K. H. Abd Hamid Wahid berinisiatif untuk menyuburkan dialog kebudayaan dan keagamaan dalam kegiatan akademik kampus. Kehadiran Pdt. Alberth Yoku dan Izak Samuel Sayori dalam kuliah umum bertajuk “Memperkuat Toleransi Antarumat Beragama, Mewujudkan Kehidupan Harmonis” adalah salah satu ikhtiar dari ide besar tersebut”. Acara ini dihadiri oleh banyak dosen dan mahasiswa di aula pada 21 September 2023.
Dalam sambutannya, rektor Universitas Nurul Jadid tersebut mendorong mahasiswa untuk meraup pengetahuan, pengalaman, dan seni kehidupan dari apa yang akan disampaikan oleh tokoh dari tanah Papua tersebut. Sebelumnya, dua sarjana ini mengunjungi Kiai Zuhri Zaini untuk bersilaturahmi. Dengan hangat, pengasuh pondok pesantren Nurul Jadid ini menerima tamu di kediamannya.
Dengan mengungkapkan Papua adalah tanah bagi semua bangsa dan agama, sang pendeta telah menunjukkan kemajemukan adalah kenyataan yang diterima dengan sangat baik. Untuk itu, ketua FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) Kabupaten Jayapura ini mendorong mahasiswa untuk bisa melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di bumi cenderawasih melalui program pengembangan teknologi yang bermanfaat bagi masyarakat setempat untuk melihat dari dekat apa yang berlaku di sana.
Apa yang disampaikan oleh pendeta untuk mewujudkan hubungan antarumat adalah tepat. Keharmonian diwujudkan melalui kerja sama dalam pengembangan kesejahteraan masyarakat, sementara praktik keagamaan diberi tempat sebagai wujud kepercayaan pribadi. Pendek kata, keyakinan agama yang bersifat sui generis, benar dalam dirinya, tak perlu dipertentangkan dengan sengit karena hanya akan berujung pada perdebatan yang tidak kunjung ada ujung.
Peristiwa ini meneguhkan semangat pendidikan yang bertujuan untuk mewujudkan kehidupan yang baik bagi seluruh warga. Saya melihat kegiatan ini menunjukkan bahwa isu toleransi tidak lagi dibatasi pada perbincangan titik temu antaragama, tetapi ditekankan untuk mendorong generasi lintas kepercayaan untuk bahu-membahu bekerja untuk membantu masyarakat luas dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, seperti akses pada air, pupuk, pendidikan, dan kesehatan.
Kebedaan justru menjadi titik temu, bukan pisah, untuk meraup semangat dari etika identitas masing-masing melihat ruh dari pengabdian yang menjadi ajaran pokok dalam mendorong perubahan kehidupan secara nyata. Bagaimanapun, diskursus keagamaan tidak bisa dibahas tanpa kesediaan memahaminya dari banyak sudut pandang. Dimensi-dimensi agama jelas merangkumi ritual, mitologis, doktrinal, etik, sosial dan pengalaman.
Dari banyak dimensi tersebut, perbedaan tidak dilihat dari permukaan, tetapi persamaan yang muncul dari kedalaman. Tidak dapat dielakkan, meskipun masing-masing agama memiliki ideal-ideal dan keunikan-keunikan, namun seringkali yang ideal menyesuaikan dengan kondisi-kondisi sosial. Betapa etika situasi yang didasari oleh phronimos Aristoteles, yakni orang yang tahu sesuatu yang benar untuk melakukannya di waktu yang tepat dan lingkungan yang sesuai, perlu dijadikan pijakan.
Bagaimanapun, dalam dimensi ritual, mereka akan kembali ke dunianya masing-masing yang menjadi jalan untuk mendapatkan kedamaian ruhani dan memasuki alam ilahi. Dari semangat pencerahan inilah, manusia akan kembali pada lingkungannya untuk bahu-membahu mengatasi krisis kemanusiaan dan lingkungan. Karena berbagi air, bumi, tanah dan matahari yang sama, kita tidak mendapatkan hak eksklusif untuk memanfaatkan alam untuk satu kelompok saja, tetapi untuk semua.
Oleh karena itu, dialog keagamaan perlu didorong pada kerja sama antarseluruh kelompok untuk menjadikan rumah ini, alam, nyaman bagi setiap orang, apa pun kepercayaan dan keyakinannya. Ibadah adalah jalan kesyukuran yang bisa dilakukan dalam keadaan tenang dan nyaman tatkala tidak ada pertikaian, perang, dan penindasan. Harmoni yang sejati adalah keselarasan hidup antara sesama manusia dan alam. Sumber: Kebedaan.
No comments:
Post a Comment