Dalam sebuah penelitian, ternyata uang bisa membeli kebahagiaan. Ini tentu mengejutkan karena ia menjadi antitesis bahwa kekayaan itu tidak identik dengan hidup bahagia.
Saya tidak akan menyoal benar dan tidaknya hasil penelitian ini. Saya hanya ingin menikmati hidup tidak dibebani oleh sesuatu yang membuat saya tidak nyaman. Kata orang bijak bahwa kita harus menemukan 'yang berharga' pada apa yang di diri kita. Tak perlu, berharap bahwa kebahagiaan itu ada di seberang. Biasanya, dalam keseharian selalu saja muncul 'di benak' bahwa kalau saya mempunyai ini tentu akan menyenangkan, atau bahkan membahagiakan. Tidak pernah kita menjadikan milik kita adalah yang terbaik, yang perlu dinikmati. Sehingga secara tidak sadar kita tidak akan pernah mencecap kebahagiaan.
Seperti hari ini, saya mengulang kembali untuk ke sekian kalinya bermain pingpong dengan teman-teman baik. Bagi saya, ia adalah olahraga yang membuat tubuh ini berkeringat, syaraf tidak tegang, tak jarang berteriak jika bola masuk atau keluar lapangan dan kadang diselingi dengan canda. Sesederhana inikah kebahagiaan ? Ya. Kalau diurai mungkin peristiwa ini bisa dijelaskan dengan bahasa yang lebih panjang bahwa (1) saya sehat (2) melakukan olahraga (3) membuat haus sehingga minum air lebih banyak, bahkan hampir 1 liter (4) bercanda, dan siapa pun mengakui bahwa humor membuat orang tidak mengerutkan dahi yang memerlukan energi yang banyak dan tawa hanya memerlukah dua otot untuk menggerakan muka sehingga kita tidak lelah (5) berinteraksi dengan orang lain, sebuah penanda bahwa saya orang yang tidak kesepian dan suka melamun menghitung bunyi detak jantung.
Lagi-lagi, ketika saya menulis ini, sepertinya saya telah meluahkan kembali kegembiraan yang baru direguk bersama, sehingga ia akan menambah kenyamanan. Apalagi, ditemani lagu favorit, lengkap sudah kebahagiaan ini. Lalu, apakah kita harus 'menjejali' diri ini dengan banyak keinginan untuk bahagia? Jika ya, kita hanya membuat hidup ini tak lebih dari mesin.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Buku Teks
Barusan kami mengambil buku pelajaran Zumi. Ia dan kawan-kawan membelinya dari sekolah. Tadi, kami bertemu dengan banyak orang tua yang jug...

-
Semalam, kami berlatih menyanyikan lagu daerah, Apuse Kokondao Papua dan Ampar-Ampar Pisang dari Kalimantan. Ibu Yunita, mahasiswa PhD Musik...
-
Kata dalam judul sering didengar di tahun baru. Orang jiran menyebutnya azam. Anda bisa menyebutnya tekad. Buku ini menandai sebagian dari ...
-
Rindu itu adalah perasaan akan sesuatu yang tidak ada di depan mata kita. Demikian pula, buku itu adalah jejeran huruf-huruf yang menerakan ...
No comments:
Post a Comment