Ternyata, teknologi (handphone) membantu kita memendekkan jarak dan menghemat waktu. Dengan hanya duduk di kursi, saya bisa memastikan apa yang harus diselesaikan tanpa membuang waktu, seperti menanyakan kepastian pada En Fairus mengenai foto rektor (di sana dijabat oleh naib canselor). Bayangkan, kalau saya menyambangi kantor tempat dia bekerja. Apalagi, dia masih menyiapkan satu lagi gambar-gambar kegiatan salah satu rektor. Tentu, saya bisa memaklumi karena fotografer ini mempunyai jadual yang padat, sehingga tidak bisa menyelesaikan pekerjaan pengumpulan gambar tersebut dalam jangka waktu yagn telah ditetapkan. Toh, sebelumnya, dia meminta saya menelepon pada hari ini untuk memastikan selesai atau tidaknya gambar tersebut.
Lalu, jika Jacquel Ellul dalam The Technological Society menegaskan bahwa penggunaan teknologi menyebabkan terjadinya dehumanisasi, apakah hal ini terjadi pada kita karena sering memanfaatkannya dalam kegiatan sehari-hari? Mungkin tidak sesederhana kasus pada penggunaan teknologi di pabrik, seperti tekstil, konveksi, rokok, di mana manusia hanya menjadi objek dan terperangkap dalam otomatisme (bergerak secara otomatis tanpa kesadaran), sehingga manusia berjalan layaknya mesin.
Penggunaan handphone justeru membuat nyaman hubungan antara manusia, namun demikian saya tetap menghubungi yang bersangkutan untuk pertemuan pertama kalinya. Di sini, tatap muka mendatangkan kedekatan emosional. Lebih dari itu, saya juga lebih banyak mengenal begitu banyak ragam persona dan suasana. Oleh karena itu, kenapa silaturahmi dianggap memanjangkan umur, karena ia mempertemukan kita dengan ragam pengalaman. Semoga!
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Ruang Baca
Saya meletakkan pesan Pak Musa Asy'arie di loteng, tempat kami menyimpan buku. Berjuang dari Pinggir adalah salah satu karya beliau yan...
- 
Semalam, kami berlatih menyanyikan lagu daerah, Apuse Kokondao Papua dan Ampar-Ampar Pisang dari Kalimantan. Ibu Yunita, mahasiswa PhD Musik...
 - 
Ke negeri Temasek, kami menikmati nasi padang. Kala itu, tidak ada poster produk Minang asli. Pertama saya mengudap menu negeri Pagaruyung ...
 - 
Ahmad Sahidah lahir di Sumenep pada 5 April 1973. Ia tumbuh besar di kampung yang masih belum ada aliran listrik dan suka bermain di bawah t...
 
No comments:
Post a Comment