Tuesday, February 08, 2011

Berkaca dari Tulisan



Tulisan di samping ini adalah sekelumit penghargaan terhadap sastrawati Malaysia, Fatimah Busu. Ia adalah penulis yang meyakini bahwa sastra itu merupakan alat yang paling mungkin untuk menanamkan nilai-nilai. Keyakinan beliau membuncah dalam melawan apa yang dianggapnya tak adil dalam banyak hal dan kemudian menerakannya dalam novel dan cerita pendek.

Ia tak perlu mengikuti riuh-rendah kemasyhuran sastra wangi dan populer. Baginya, sastra adalah wujud dari kehendak yang paling murni, yang tak bisa diturunkan menjadi kata-kata yang tak dipikirkan, dirasakan dan direnungkan. Di luar kegiatan sastranya, saya melihat keteguhan untuk senantiasa menekuri hidup secara sederhana, dengan tidak memegang telepon genggam dan tidak memiliki alamat surat elektronik (email). Ia hanya bisa dihubungi melalui talian telepon.

Keberhasilan beliau mengambil semangat Nyanyian Angsa dari sajak Rendra sempat menimbulkan pertikaian. Ia pun membelanya dengan menulis satu buku khusus, Nyanyi Sunyi dan Sarjana Nasi Dingin.

1 comment:

M. Faizi said...

Fatimah Busu, baiklah. Satu nama baru saya catat.

Puasa [17]

  Berhenti sejenak untuk membaca koran Jawa Pos , saya tetiba merasa lungkrah. Satpam kampus memutar lagu jiwang, pas Iklim dengan Hanya Sua...