Mengapa saya memulai tulisan perjalanan ini dengan kisah hari terakhir, bukan gambar feri Bahagia 99 yang mengangkut kami pertama kali menuju Langkawi? Suka-suka. Lihat, betapa bersih tempat ini meskipun ribuan orang dari seluruh penjuru dunia menyemuti di akhir tahun? Jokowi, Gubernur DKI, harus pergi ke sini untuk belajar mengelola sampah. Semoga!
Tentu, pengalaman yang menyeronokkan adalah pertemuan anak kecil kami, Nabbiyya, dengan temannya di kawasan Cable Car, yang berasal dari Genovia. Alamak! Adakah ini negeri dongeng? Ya, seorang anak perempuan seusia Nabbiyya berasal dari negeri 'Princess' itu. Meskipun kami tak sempat menikmati Kereta Kabel itu, namun saya melihat bahwa betapa kuasa manusia untuk menjadikan bukit itu menjadi tempat yang menarik ribuan orang begitu menyerlah. Bayangkan! begitu banyak orang dari penjuru dunia mendatangi tempat ini hanya ingin menikmati sensasi berada di ketinggian dengan kereta kabel.
Menariknya, di lokasi yang sama, saya melihat rumah makan Arab 'Laila' begitu banyak dikunjungi oleh para pelancong Eropa. Lagu-lagu padang pasir mengoyak bukit. Saya hanya menikmati lagu-lagu ini dan tidak makanannya karena harganya mahal. Anehnya, saya memilih Chicken Cop dan segelas es teh jeruk untuk makan siang di sebelah warung tersebut. Sepertinya, dunia ini tumpang-tindih tak karuan. Masihkan kita berbicara identitas yang kaku di sini?