Monday, December 25, 2023

Persandingan

Kami turut bahagia dengan pertautan hati adik, Sultan dan Ulfa. Ijab kabul dilaksanakan di Srawung Resto dan Kopi, Kalasan. Jauh-jauh hari sebelumnya, kami telah berselancar di Instagram untuk mengetahui lokasi tersebut. 

Ternyata, tempatnya lebih bisa dirasakan di dunia nyata daripada maya. Di sini, tanaman padi menjadi bagian dari lokasi resto. Malah saya bisa melihat dari tempat duduk di bawah atap bangunan Jogjlo seorang petani membajak sawah dengan sapi. 

Keluarga, kerabat dan handai tolan berkumpul untuk memberikan dukungan. Istri dan Dik Ana, turut bernyanyi nomor Siti Nurhaliza dan Christna Perry. Suasana bertambah seru tatkala sepasang pengantin melempar buket berisi uang kepada hadirin. 

Friday, December 15, 2023

Keluarga

Di sini banyak orang menikmati pelbagai pilihan menu. Anak-anak mereka bermain di mandi bola. Zumi tidak mau lagi berlarian di sini seraya menunjukkan tanda jempol ke bawah. Mungkin, ia sudah merasa besar dan aneh berada di tengah kumpulan anak-anak yang jauh lebih kecil. Kami berjalan kaki dari rumah untuk sampai ke Kitoz. Sekali-kali kita keluar agar segar. D sini, masing-masing memesan menu makan dan minum berbeda. Saya menikmati rasa pedas wedang uwuh dan panas soto, Nabbiyya mie dan es teh, Zumi batagor dan es jeruk, serta Bunda nasi goreng dan es jeruk. Kami pun ngobrol ke sana kemari, seperti banyak keluarga di meja lain.

Pengunjung belum ramai. Kami sengaja lebih awal datang untuk mengelak dari asap rokok.
 

Menimbang Politik Pesantren

Dalam sebuah pengajian bulanan kitab "al-Da’wah al-Tammah wa al-Tazkirah al-’Ammah" oleh Muhammad Abdullah bin ’Alawi di Pondok Pesantren Nurul Jadid, saya bisa melihat dari dekat bagaimana para kiai merespons dinamika politik mutakhir. Pada 3 Desember 2023, seusai pembacaan teks, sesi pembahasan dan pertanyaan menjadi arena pertukaran pandangan, yang kadang sengit, tetapi dilontarkan dengan penuh keadaban.

Kiai Masrur Robithullah As’ad dari Pondok Nurul Qadim mengajukan hadis yang dikutip dalam kitab tersebut bahwa Allah telah menetapkan kebaikan (ihsan) untuk segala sesuatu (hlm 158). Kemudian, bila segala sesuatu telah ditetapkan aturannya, lalu di antara tiga pasangan calon itu yang mana yang lebih mendekati pesan dari perkataan Nabi tersebut?

KH Moh. Zuhri Zaini sebagai tuan rumah memberikan respons dengan sangat hati-hati. Alih-alih memberi isyarat, pengasuh Ponpes Nurul Jadid yang berlokasi di Tanjung, Kecamatan Paiton, Probolinggo, ini mengaitkan kebaikan dengan keadaban, baik lahir maupun batin. Selain itu, persoalan kekuasaan tidak bisa dilihat secara hitam putih.

 Demikian pula, Kiai Musthafa Badri mengaitkan calon dengan syarat-syarat yang ditetapkan dalam "al-Ahkam al-Sulthaniyyah" yang dianggit oleh Imam al-Mawardi. Lebih jauh, cetusan ini bisa didaras di sini: Menimbang Politik Pesantren

 

Musala

Kita mengajak anak-anak berjemaah agar mereka mau mandi dan salat bersama. Ia, Akmal, Kiki, Nabil dan Rafan berhenti sejenak dari bermain sepeda, petak umpet, dan tanah. Di surau mereka berzikir, meninggalkan gawai sejenak. Fayyadl, anak Pak Shofi, (4th) bisa melantukan pujian, yang diikuti oleh teman-teman sebayanya secara bergiliran.

Betapa anak-anak itu bersemangat memuji dan memuja. Mereka menaikkan suara untuk memicu adrenalin, sementara orang dewasa menahan diri. Setiap orang memiliki ekspresi sendiri. Begitulah perkembangan moral individu dalam beragama.  

Thursday, December 14, 2023

Tepekur

Dari teras, kami menghirup udara segar. Lega. Lagu Tonight I Celebrate My Love dari radio Suara Kota FM tak sejalan dengan suasana pagi, tetapi enak didengar. Hidup itu mozaik. Kita tinggal menyusun potongannya bukan?
Perlahan jingga itu hilang. Tugas kita adalah menghadirkan warna lain. Membelajarkan diri untuk terbuka pada sekitar bikin kita jembar (bahasa Madura).
Kita alami semua ini dalam bahasa, sebab ufuk itu tidak bisa berbicara. Orang sering bercakap-cakap dengan kepalanya sendiri. Itupun jangan kelamaan, karena kegilaan mengintai.

 

Friday, December 08, 2023

Patuh

Setelah bermain bola dengan Zumi, sang ibu membelikan gorengan dari jiran yang dipesan melalui Whatsapp. Zumi mencuci tangan ala tiktok. Si ibu bertugas sebagai menteri kesehatan. Sepulang dari kampus, saya segera mandi. Otoritas mesti dipatuhi.
Biyya mendapatkan keinginannya, cetakan Kanao Tsuyuri, salah satu tokoh anime Demon Slayer. Saya adalah pejalan. Tapi, jika ada perintah berkurung dari penguasa, saya patuh.

Inilah sekelumit cerita 2019 tatkala pandemi terjadi di negeri ini. Kini, anjuran untuk memakai maser digemakan setelah kenaikan Covid-19 varian baru berlaku di negeri jiran. Hingga kini, Zumi masih menggunakan penutup muka ke sekolah.

 

Kitoz

Lagu Bumbaya KPoP dari kedai makan menggema. Zumi bermain di tempat permainan. Saya membaca kembali buku ini. Beberapa hari yang lalu saya bertukar pesan dengan Wan Daud melalui WA.
Diskusi tentang ide Naquib berlangsung panas di kelas. Imam berbeda pandangan dengan Suliyanto. Syamhari mencoba menengahi. Kiki sebagai ketua sidang mengendalikan pembahasan.
Selanjutnya, kami akan membahas Ibn Miskawaih (932-1030 M), filsuf akhlak, yang berasal dari Isfahan Iran. Pasti seru dan seronok! Oh ya, saya mengurangi asupan gula.

 

Toga Mas

Saya mengajak Zumi ke Toga Mas, Probolinggo. Alhamdulillah, ia membeli mainan lego SWAT. Berbeda dengan sang kakak, ia mengambil novel Eka Kurniawan dan kami membayarnya di kasir.
Ada banyak cara untuk membaca. Zumi memperbaiki ejaan zikir selawat dari mendengar bacaan temannya. Perlahan, ia pun bisa membaca Latin dan Arab. Sekolah, rumah dan lingkungannya akan menjadi tempat anak-anak untuk memupuk kesukaan pada bacaan.

Di tengah distraksi gawai, buku harus tetap hadir agar setiap orang berusaha untuk fokus pada satu isu, dan bukan melompat-lompat dari banyak masalah, sebagaimana seseorang berselancar di media sosial.

 

Masjid Kampung

Dulu ayah mengajak saya ke masjid. Kini saya mengajak Zumi ke Jum'atan. Hal ini juga dilakukan oleh orang lain.
Di sini, setiap individu belajar tak melakukan apa-apa. Tak mudah, malah mengantuk. Ia pun berpindah untuk merebahkan kepala di haribaan.
Kita pun yang dewasa mencoba melewati takhalli, tahalli, dan tajalli. Kalaupun sulit, setidaknya kita tepekur, berusaha merasa cukup dengan diri sendiri. Dengan tak menempelkan aksesoris, lencana, dan benda lain untuk mengada, kita telah mengenali diri sendiri. Jika diri asli yang hadir, Tuhan juga berada di situ.
Saya sempat terlelap. Sadar, ketika jamaah bersiap sedia untuk bersembahyang. Kelelapan ini begitu nikmat. Foto diambil sebelum khotbah di Masjid Raudlatul Ulum, Sidodadi, Paiton, kampung halaman kami.

 

Mencukur

Dulu, ayah mengantar saya ke pasar untuk memotong rambut ke Pak Ahmadun. Paman Acik, almarhum, menyebut bahasa Arabnya tukang cukur adalah ahmadun.
Kini, saya menemani Zumi memangkas rambut ke Jalan Tanjung. Mas Fery melakukannya sambil ngobrol ke sana ke mari. Tatkala tinggal di Kedah, murid SD Namira tersebut minta dipangku bila "gunting rambut" di kedai India. Asyik, musik Hindustan atau Tamil mengalun.

Dengan ongkos Rp 8 ribu, rambut si bungsu terpotong rapi. Saya pun ngobrol ke sana ke mari dengan pencukur, dari soal tembakau, politik dan keseharian.
 

Malin Kundang

Betapa senang Zumi dapat mainan dan buku cerita dari warung makan waralaba lokal. Kemarin penyuka Megalodon ini minta saya membacakannya.
Dengan mengasup cerita setempat, anak-anak akan mendapat kisah yang menjadi sumber pengetahuan dan pijakan tindakan. Kedurhakaan Malin Kundang menegaskan tesis etika konsekuensionaliame, bahwa perbuatan jelek berbuah buruk.
Sejatinya, dari mitologi lokal kita berharap lahir teori filsafat dan psikologi sehingga alam pikiran kita berteraskan legenda Nusantara. Semisal, prilaku sang Ibu merupakan antitesis dari etika Carisme Carol Gilligan.
Aha! Mengapa nama emak Malin tidak disebutkan namanya?
 

Zumi Bertanya

Zumi bertanya, ini buku baru? Ya. Tentang apa? Bagaimana jadi anak bahagia. Oh, sepertinya kakak harus baca. Ia sering tampak jengkel dengan pelajarannya.

Halaman 28:

Aristoteles memberikan pelajaran tentang etika pada sekelompok anak muda kaya di Lyceum. Ini adalah sebuah tempat demokrasi subur dan filsafat lahir secara praktis.

Barangkali sepertiga dari penduduk terdiri dari budak (hamba sahaya) yang membantu orang-orang Athena bebas dalam semua usaha mereka.

Kerja budak menciptakan masa luang dan tidak diragukan merupakan salah satu faktor yang memungkinkan warga untuk mencurahkan banyak waktu untuk filsafat, puisi, dan demokrasi.Menurut Anda, siapa yang menikmati hidup tentram (Good life) pada masa itu? Hamba sahaya, filsuf, pemuisi, atau politisi?
 

Warung dan Kenangan

Saya membaca Freud dan Ibunya membantu Zumi mengerjakan bahan lomba KMSI ke Malang. Tidak mudah mengajak si kecil untuk belajar.

Pertandingan adalah cara kita untuk mengalahkan diri sendiri. Jadi, perlombaan adalah salah satu cara memposisikan diri dalam keseharian. 

Inilah sepotongan kenangan, karena warung Koya di depan perumahan Detar ini telah tutup. Saya suka rasa kroket ketela pohon yang disajikan dengan kuah yang sedap.  
 

Bermain

Setelah beradu catur, saya dan Zumi melukis rumah, gunung, dan pohon. Seusai puas mencorat-coret, ia bertanya? Lalu apa lagi? Gambar sampul buku? Ya, tukasnya.
Mendorongnya untuk membaca buku adalah mendekatkanya dgn karya. Ia minta buku FGTeev pada mami. Buku itu punya banyak gambar, dan sedikit huruf, katanya. Aha! Plants vs Zombies, bosan, tambahnya.
Sambil mendengar pengajian dari radio Ahbabul Mushthafa FM, saya merasa dunia ini belum berubah sama sekali. Sementara, Zumi memegang gawai untuk membikin mobil melalui gim lego.

 

Pagi dan Gunung

Semalam kami merancang untuk jalan-jalan. Zumi bangun awal dan bersegera untuk bersiap sedia. Aha, Penyuka FGTv ini memahaminya pergi ke kota. Lalu, sang ibu menjelaskan menikmati pagi di belakang kampung.
Besok, kami akan melakukannya lagi bersama Biyya. Demam kabin (Cabin fever) bisa disiasati dengan menghadirkan situasi.

Kehadiran gawai telah memaksa anak-anak terpaku di tempat. Malah, ketika mereka bersama dengan teman-teman, generasi baru asyik dengan dirinya sendiri. Alam akan memberikan pemandangan lain tentang keseharian.
 

Literasi Anak

Zumi masih mengeja kata dengan pelan-pelan. Ia mula membaca takarir di televisi. Betapa sang ibu menemaninya dengan sabar, dari membelikan nugget dan mainan berbentuk huruf hingga papan tulis serta kapur.
Kemarin, ia memilih sendiri buku bacaannya. Kita pun sadar, bahwa fase tertinggi literasi adalah seseorang mampu mengubah dirinya setelah mengeja, menulis, dan berkarya. Puncak pengetahuan adalah tindakan.
Mendorong khalayak untuk membaca, saya pikir, adalah mendukung mereka untuk menemukan dirinya. Nanti, percakapan antara manusia adalah pertukaran pengalaman dari individu-individu yang sudah selesai dengan dirinya.
Kritik dan provokasi ditimbang jauh lebih bernuansa. Dengan menimbang dan menilai serta mendorong pemikiran hingga ke akar, umat sampai ke dasar. Tantangannya adalah status media sosial yang bersumbu pendek cepat menarik tanggapan. Biasanya, anak-anak kecil sememangnya suka dengan mercon cabe rawit ini.

 

Thursday, December 07, 2023

Sebelum Kajian Kitab

Sebelum kajian kitab al-Dakwah al-Tammah wa al-Tadzkirah al-'Ammah di aula Pondok Pesantren Nurul Jadid, saya dan ustaz Husain Fahasbu berbincang ringan soal kehidupan.

sebulan sebelumnya, ulasan terkait dengan Ibadah yang berhubungan dengan sikap etis. Bila pakaian dan makanan haram, maka salat tidak diterima (ghairu maqbulah).

Ust Husain menunjukkan penghargaan yang luar biasa pada kiai dan ustaz di Tapal Kuda yang membawakan dirinya dengan rendah hati dan keadaban tatkal berbahasa dan menanggai sebuah isu.
 

Candu

Kekuasaan perlu batasan. Bila tidak, ia bisa kebablasan. Untung, ada demokrasi, bukan monarki. Tetapi, otokrasi menunggangi suara rakyat melalui pengelolaan persetujuan.

Candu itu telah diramalkan oleh Epicurus tentang kekuasaan, yang katanya kosong dan sia-sia karena ia senantiasa haus untuk senantiasa menambah tegukan.

Tak dapat dielakkan, kadang orang menyoal apakah satu suara, satu orang bisa mencegah mereka yang rakus? Sebab satu suara itu tidak bisa mencegah kerakusan karena ia tidak hadir bersama yang lain untuk berdiri kokoh.

Duologi

Kumpulan kolom di harian Kompas Mas Samsudin Berlian sememangnya perlu dibaca agar makna kata tidak dipatok oleh kamus dan anggapan khalayak. Saya pun turut memberikan dorongan (endorsement) untuk karya ini.
Kemungkinan ungkapan kata dengan makna lain dianggit dengan sengit. Dengan membacanya kembali, saya sering mengernyitkan dahi, tertawa sendiri, dan terhibur setengah mati. Anda bisa menemukan suasana hati dan pikiran yang bisa mendarasnya.

Setidaknya, dari riwayat hidup saja, petulis (bukan penulis, kata Mas Samberlian) tidak menyuguhkan tarikh lahir, latar belakang pendidikan, dan karya yang dihasilkan. Dia menulis sebagai petulis yang suka menjelajah alam semesta jauh dan dekat, luar dan dalam. Raganya biasa diam saja mendekam di satu ruang dengan sehelai bacaan, secangkir teh-tehan, dan senada eufoni. Tidak ada yang istimewa. Tak penting diketahui apa-apanya. Bacalah Duologi. Lupakan petulisnya.

Majemuk

Selama abad kelima, orang-orang Yunani menyadari bahwa hukum dan adat istiadat beranekaragam dari satu masyarakat ke yang lain, serta satu t...