Saturday, November 22, 2025

Kajian Kitab Tingkat Lanjut

Paling kiri adalah Pak Ainol Yaqin. Bersama Pak Moh Jasri Ahyak beliau menghidupi kajian kitab kuning bulanan, Lailiyyah Syahriyyah di Pondok Pesantren Nurul Jadid. Sebagai dosen ekonomi UNUJA, lelaki asal Gapura ini memiliki kemampuan turats yang cemerlang dan sedang menyelesaikan S3nya di UNAIR. 

Di sini, pak kiai mengajarkan kajian yang mendudukkan peserta setara dalam membahas etimologi, epistemologi, maksud (intention), logika, dan konteks dari karya ulama terdahulu. Satu sama lain bisa berbeda pandangan dalam membaca teks yang berimplikasi semantik pada makna. 

Bila tidak disiarkan langsung, ini adalah ikhtiar agar adab al-bahts wa al-munazharah berlangsung terbuka, tanpa khawatir nenimbulkan kegaduhan. Kami hendak mengungkap kebenaran. الفاجر يؤيد الاسلام? Ini salah satu yang menimbulkan perbedaan kala itu. Saya pernah menulis opini Jawa Pos "Menimbang Politik Pesantren" berdasarkan amatan terhadap pengajian di atas. 

Kiai senantiasa mengedepankan etika berbahas. Beliau tak pernah menaikkan suara dalam berpendapat, karena dgn menyodorkan logika, gagasan jauh lebih bisa dicerna. Khalas.

Perpustakaan

 

Mendorong mahasiswa membaca adalah tugas kita. Dengan menggelar kuliah sekali-kali di teater mini perpustakaan universitas, kita bisa membiasakan mereka untuk mendaras karya di sini. Selain itu, jumlah pengunjung bertambah.

Friday, November 21, 2025

40 Hari Kepergian Nyai Sulaikha

Semalam warga menghadiri kenduri tahlil, sebutan jiran, untuk almarhumah Ibu Nyai Sulaikha. Pak Tir membuka majlis, dan disusul dengan bacaan tawasul Alfatihah oleh Abah Fauzan.
Dengan membaca tahlil dan Yasin, kami memahaminya sebagai doa agar keselamatan dicurahkan oleh Tuhan. Insyaallah, inilah momen warga membaca kitab suci untuk menyucikan hati.
Falsafah harian itu menghidupi setiap detik kegiatan kita. Saya merasakan persahabatan lahir di sini. Sambil membayangkan Epicurus menikmati makanan bersama teman-temannya, saya mengasup gulai dengan lahap seraya bercengkerama.

 

Apa Rhoma Penganut Asy'ariyyah?


 Sebagai pasifis, saya selalu memeriksa pesan lagu Nafsu Serakah. Kata Bang Haji, penderitaan di atas dunia ini akibat kehendak kuasa segelintir orang. Sebagai santri yang menimbang etika Mu'tazilah di mana keadilan adalah pokok ajaran, pertanyaan lagu ini layak ditimbang, kapan tegaknya keadilan?

Tambahnya, manusia telah melupakan Tuhannya sebagai sumber malapetaka. Saya pikir teodisi yang saya bahas di dalam skripsi kala S1 dulu tiba-tiba memeras otak untuk kembali hadir menyoal relasi Tuhan-manusia. Tetap saja buntu, lalu satori (Jepang: 悟り) Zen hadir, bahwa kata tak cukup menghadirkan realitas Tuhan dan manusia dalam setarikan napas.
Alih-alih berpikir, saya justru meraih keindahan dari nomor terbaik Bang Haji, yang menurut saya, inilah lagu tercantik dari segi lirik dan musik, meskipun kata Haji Chofiz, Badai Fitnah adalah komposisi yang paling rumit karena tangan dan kaki terus bergerak dari awal hingga akhir lagu.
Saya pikir Rhoma itu, secara teologi, bukan Asy'ariyyah, meskipun secara formal penulis Hari Berbangkit tersebut acapkali sejalan dengan aliran ini. Coba simak Hari Berbangkit! Dari segi koreografi, penampilan ayah Ridho ini telah melampaui zamannya karena berhasil memanggungkan teater ke atas pentas dan terutama setiap sebutir debu amal akan diperhitungkan dan Tuhan hanya memperingatkan. Ini berbau Mu'tazilah.
Aha! Dalam kesunyian seluruh kata-kata di atas tak lebih daripada sebatas lema-lema yang dianggit untuk memahami hidup dan saya hapus karena bahasa itu tak cukup menghadirkan makna yang utuh tentang eksistensi yang hakiki

Thursday, November 20, 2025

UIN Syekh Wasil

Terima kasih UIN Syekh Wasil Kediri yang telah menyediakan kami ruang berbagi. Pertanyaannya ke mana setelah mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Dakwah lulus? Saya mengulasnya secara spontan kala Tegar Umar Yafi bertanya dalam sesi tanya jawab. Selamat, Anda terbaik bila mencari dan menemukan jalan sendiri untuk meraih eksistensi.

Pada tahun sebelumnya, saya pernah mengisi di kelas yang sama terkait filsuf dan pikirannya dalam Sekolah Filsafat. Pada sebelah malam, saya dan Mas Zuhri Humaidi berziarah ke maqbarah Syekh Wasil. Kemarin, kami tak sempat untuk tepekur di makam Tan Malaka.

Sambil menunggu acara diskusi, saya mencatat banyak gagasan dari sambutan Prof KH A Subakir dan Prof KH A Halil Thahir. Selain pertemuan dengan Prof Dimyati dan Dr Imron, saya bisa belajar tentang keris secara antropologis dan hierarki kebutuhan Maslow.

Dari dua tokoh Syekh Wasil dan Tan Malaka, kita bisa belajar bahwa manusia mati meninggalkan nama. Kita mau mewariskan apa?

Tuesday, November 18, 2025

Kedai Basmalah

Setelah salat di Annur, kami berhenti sejenak dan mereka apa yang harus diceritakan dalam hidup. Sebagai penanggungjawab program studi Akidah Filsafat Islam, Mas Zuhri berpikir tentang bagaimana melonjakkan keterampilan teori dan amali mahasiswa.

Dulu, lulusan program S3 UIN SUKA ini menggelar sekolah filsafat untuk membekali pelajar dengan kemampuan teknis dalam berpikir logis dan estetis. Dari sini, lulusan AFI diharapkan mencandra hidup secara saksama.
Bila menjalani keseharian dengan penglihatan sendiri, mengapa menimbang kaca mata orang lain? Kehadiran jiran kadang berpijak pada pikirannya sendiri, bukan apa yang kita renungkan secara asali. Untuk itu, liyan itu adalah invididu lain yang tak mendikte kita memahami dan menjalani hidup sehari-hari.

Musholla Al-Yasmin

Kami berada tak jauh dari musala ini. Menunggu itu mengasyikkan. Kedung Mlati menjadi perhentian baru, meskipun kami mendapati hal yang sama, yakni warung, kursi, dan colokan listrik.

Saya mengajak Zumi bercakap sambil sekali-kali membaca Basis Majalah yang bercerita tentang Descartes. Ia mengambil risiko dihujat. Tak mudah berpikir bebas, bahkan di era kini, yang evolusi manusia mendekati Tuhan. Homo deus.

Sebenarnya, manusia hanya perlu memenuhi kebutuhan dasarnya, seperti sandang, pangan, dan papan. Sementara fasilitas umum seperti lapangan olah raga, perpustaan, dan ruang bermain masyarakat disediakan oleh negara. Filsafat biar dipikirkan oleh Martin, Faiz, dan Nurul Huda.
Orang kebanyakan cukup makan dan tidur, tanpa dikejar-kejar utang. Alangkah benar nyanyian Rhoma Irama

Monday, November 17, 2025

Kekeluargaan

 Betapa Zumi senang akan bertemu kakak sepupunya. Tak jauh dari meja kami, ada keluarga lain yang menikmati makan malam. Si nenek tampak bahagia di tengah cucu-cucunya. Sepinggan mie telah membuatnya gembira. 

Dalam esai "kekeluargaan" (hlm. 33), saya memulai kisah di atas untuk mengungkai apa makna keluarga. Dari sini kita diuji tentang banyak hal, seperti pengetahuan, kesabaran, dan kebenaran. Kita boleh bicara demokrasi, tetapi memaksa anak memiliki pilihan yang sama jelas lancung. 

Itulah mengapa Zumi mendukung Donald J. Trump dan kakaknya sokong Joe Biden. Kami tak menghalangi keduanya tetapi meminta alasan memilih pemimpin. Si bungsu suka McDonald dulu, si kakak beralasan bahwa demokrasi tegak di atas nilai kesetaraan. Saya sendiri tak memilih calon demokrat dan republik. Inilah politik. Namun, keluarga di atas kebedaan remeh-temeh ini.

Mami dan Biyya, memesan soto Lamongan dan Betawi, sementara Zumi menikmati spaghetti. Si bungsu sedang merasakan dunia lain. Namun, kami akan kembali ke dunia asal, tanpa anti liyan.



Perjalanan

Falsafah Harian (Everyday Philosophy) berjalan ke Kediri. Pengarangnya hendak berbagi tema tentang peluang dan tantangan yang akan dihadapi oleh lulusan Fakultas Ushuluddin dan Dakwah Universitas Syekh Wasil. 

Dalam perjalanan, saya menikmati lagu Kantata, sebagaimana menjalani sehari-hari di rumah, kita bisa memutar nyanyian. Seraya mendengar banyak lagu, saya dan Mas Zuhri Humaidi ngobrol hal ringan tentang kehidupan.

Lalu, di area rehat, kami berhenti untuk salat di masjid Annur. Seusai sembahyang, kami pergi ke kedai Basmalah. Di depan kedai, secawan kopi menjadikan sore kami hangat ditingkahi dengan obrolan riang. Dalam keadaan apa pun, kita memahami sehari-hari dengan menjalaninya secara terulang-ulang. Kehendak menjadikannya dalam adalah hasrat untuk menghindari kebosanan. 

 

Saturday, November 15, 2025

Ilusi Pesona Harvard

Berita reshuffle kabinet tentu memantik harapan baru. Salah satu isu yang muncul adalah apakah ijazah Harvard merupakan jaminan? Persoalan ini pernah muncul dalam kaitan dengan usaha kantor kepresidenan merekrut staf berkelulusan universitas terkemuka, seperti Harvard dan Duke. Menurut Luhut Panjaitan saat itu, Universitas Harvard telah melahirkan enam Presiden Amerika, sehingga tentu kedudukan universitas ini, yang selalu berada di papan atas, merupakan jaminan mutu alumninya.


Namun saya tak akan mengulas pelantikan Thomas Trikasih Lembong, lulusan Harvard yang menjadi menteri perdagangan. Seperti diulas oleh pengamat, ijazah Harvard bukan satu-satunya penentu keberhasilan dalam menggerakkan sektor ini, melainkan kepemimpinan dan pengalaman kuat, yang mesti dimiliki agar prestasi bisa diraih. Lalu, persoalannya, apakah Harvard merupakan sekolah bisnis yang baik? Menurut Rolf Dobelli (2013) dalam The Art of Thinking Clearly, hal itu belum jelas. Barangkali universitas itu tak baik, tapi ia hanya merekrut mahasiswa yang cemerlang.

Dobelli pun mengutip pernyataan Nassim Taleb, bahwa citra Harvard seperti ilusi pada tubuh perenang (swimmer's body illusion). Kita acap merancukan antara faktor pemilihan dan hasil. Para perenang profesional mempunyai tubuh sempurna karena mereka berlatih secara serius. Bagaimana tubuh mereka dibentuk adalah sebuah faktor pemilihan, dan bukan hasil aktivitas mereka.

Lalu, apa sejatinya roh pendidikan di universitas? Sebenarnya, kita telah mewarisi ide-ide banyak tokoh pemikir yang meletakkan dasar dan arah pendidikan bangsa ini. Tri Dharma Perguruan Tinggi, yang berfokus pada kerja akademik, seperti pengajaran-pembelajaran, penelitian,  serta pengabdian masyarakat, telah memenuhi ontologi, epistemologi, dan aksiologi pendidikan. Pendek kata, tanpa terpukau oleh pemeringkatan universitas, para civitas academica memiliki fondasi untuk membangun negeri dengan menimbang dan mengutamakan kebutuhan diri sendiri.

Pada gilirannya, kerja lapangan merupakan puncak dari pergulatan pemikiran di kampus. Misalnya, pemilihan pengabdian di Desa Darsono oleh program pendampingan Universitas Jember (Unej).  Dengan mendengar langsung suara akar rumput, warga kampus bisa mengenal kebutuhan masyarakat. Melalui proyek Sengonisasi, warga kampung ini bisa menaikkan taraf  hidup mereka dan sekaligus menjaga kelestarian lingkungan.  

Berdasarkan modal kerja lapangan, para akademisi meneguhkan kembali hakikat pendidikan, bahwa ilmu tidak lagi hanya untuk memahami, tapi pada akhirnya juga mengubah keadaan. Keberhasilan UNEJ membantu  membangun koperasi petani kopi Katakesi di Desa Sidomulyo dengan melibatkan pemerintah daerah, kaum agamawan, dan pelaku usaha tentu meneguhkan kaitan pengetahuan dengan pekerjaan. 

Lewat penguatan metodologi pengajaran dan pembelajaran, penelitian berbasis kepentingan khalayak, dan akhirnya pengejawantahan keduanya dalam pengabdian di tengah masyarakat luas, sejatinya perguruan tinggi telah berada di landasan yang benar. Yang dilakukan oleh Ahmad Subagio, dosen Unej, yakni menjadikan ubi sebagai bahan tepung kue, tentu membantu pemerintah mengurangi impor tepung gandum. Jadi, masihkah kita memburu status universitas kelas dunia ketika kita tahu apa yang harus dilakukan di sini? ●

Sumber: Koran Tempo, 25 Agustus 2015

Friday, November 14, 2025

Ulang Tahun Perkawinan

Saya pernah menulis tema bosan, di KOMPAS (Lihat di sini: Mudik dari Kebosanan), Kabar Madura, dan tentu seringkali menyelipkannya dalam perkuliahan dalam pelbagai subjek.
Pagi ini, kala sendirian di rumah, saya mengerjakan pekerjaan "membersihkan", yang mengigatkan saya pada tradisi religi Tokugawa. Setiap kali mengayunkan sapu, suhu itu mengandaikan menyucikan hatinya dari sifat buruk, seperti pamer, dengki, dan congkak.
Setelah lama tak menikmati lagu-lagu Kenny Rogers, saya memutar lagi Lady yang dulu saya nikmati dari tape radio. Kasetnya sudah rusak, tetapi tidak keindahannya. Bukankah kita hanya mengulangi sesuatu secara abadi? Kalau pun ada yang baru, ia pernah hadir dengan cara berbeda.
Malam ini, kami akan merayakan ulang tahun perkawinanan di warung tak jauh dari rumah. Kita hidup dengan apa yang kita bisa jangkau, sebab autentisitas itu adalah keadaan yang kita jalani dengan sepenuh jiwa dan raga. Apa ada lilin? Tidak, sebab kami akan terlihat aneh oleh pengunjung lain. Namun, saya tak berarti ikut pandangan kerumunan dalam banyak hal. Tentu, kebedaan ini mendatangkan risiko, dicap dengan label tertentu.
Setidaknya, saya memakai jubah ke kampus untuk keperluan peragaaan Living Qur'an, di mana pakaian itu secara fenomenologis menyampaikan pesan. Sebagaimana kala memakai baju adat Madura, orang-orang serba kikuk untuk memberi komentar di perpustakaan UUniversitas Nurul Jadid - UNUJA karena saya mengajar Living Qur'an dengan pakaian khas Jawa Timur ini.
Masalahnya, mengapa orang yang baru pulang dari haji dan umrah memakai jubah dan tidak pakaian adat?

 

Menuju Stasiun

Pak S berusia 79. Lelaki asal kota ini memiliki 8 anak. Di tengah perjalanan motor becak yang sedang melaju menuju stasiun kereta api Probolinggo ngadat. Ia pun turun dan memeriksa karburator. "Oh, pengapian busi tak berfungsi," ujarnya.
Apa rahasia Bapak masih sigap dan bertenaga? "Saya menjalani hidup apa adanya,"Jawabnya dalam bahasa Madura yang kental. Dalam 5 menit, kami pun melanjutkan perjalanan. Berdasarkan info ongkos dari kenek bus AKAS, saya merogoh dua lembar 10 ribuan. Kalau ada 5 penumpang sehari, ia telah mengantongi pendapatan melebihi UMR.

Lalu, saya sampai dengan lega seraya menambah tips, Rp5000 pada Pak S. ia pun tersenyum dan berlalu dari halaman stasiun.

Thursday, November 13, 2025

Guru Bahasa Jawa

Istri mengirim gambar ini melalui Whatsapp. Ini menunjukkan bahwa kini murid sangat responsif dan apresiatif. Mungkin, di masa kami, para siswa tidak akan seekspresif ini pada gurunya.

Saya dan istri sering ngobrol soal tanggapan pelajar terhadap pelajaran bahasa daerah. Dengan RPP, proses pembelajaran jauh lebih terukur. Namun, apa yang lebih sublim adalah hubungan guru dan murid yang hangat dan menyenangkan. 

Untuk itu, istri mengenalkan kosa kata Jawa melalui lagu Jawa, seperti Gethuk (Jawa Tengah) dan Rek Ayo Rek (Jawa Timur) agar para murid bisa lebih santai belajar bahasa. Penguasaan pada komunikasi lisan dan tulisan adalah tujuan dari pembelajaran. 

 

Sufisme Qur'ani

Buku ini terbit pada tahun 1955 dan cetak kedua 1977 dengan harga Rs 45. Dari judul kita bisa membayangkan bahwa Al-Qur'an memiliki konsep mistisisme, di mana sebelumnya yang terakhir seringkali dikaitkan dengan pengaruh Neoplatonisme dari Alexandria dan Vedantisme India.
During the hey-day of his fame and glory, Imam Ghazzali gave up his literary pursuits, and the job of Qadi. Adopting the ways of Sufis he wandered alone in forests (hlm. 4).
Tentu, kita tak perlu meninggalkan kesarjanaan dan kedudukan kita, tetapi menjadikannya jalan untuk meraih kesucian hati. Kebersihan tidak bisa diuji dengan menyendiri di hutan. Tetapi, bila Anda ingin lari dari kekotoran, mungkin sejenak menyepi dan kembali pada kehidupan normal dengan segala kedangkalan dan kepalsuan. Bukankan keaslian dan kedalaman itu akan tampak?

 

Wednesday, November 12, 2025

Politik Hukum


 Saya membacanya untuk persiapan kuliah Politik Hukum hari ini. Mahasiswa Ahwal Syakhsyiyyah perlu memandang aturan itu dibuat dalam koridor kekuasaan.

Sambil menikmati jazz-soul, saya melihat hukum sejalan dengan hikmah kata yang berasal dari akar kata yang sama, ح ك م. Dengan demikian, larangan merokok di banyak kawasan umum bukan sekadar soal pembatasan, tetapi pengaturan bersama agar semua merasa nyaman.

Tentu, bunyi juga perlu diatur, bahkan di rumah. Bagi Zumi, instrumentalia adalah suasana warung, bagi Biyya ketenangan. Bagi kita sebagai orang tua, apa yang menyenangkan bagi anak adalah kebahagiaan. Namun, lagu Rhoma Irama tidak setiap anggota keluarga menikmatinya. Saya harus mendengarnya sendirian di loteng.

Puncak kepatuhan justru kala kita sendiri. Sebab, kesadaran ini tak perlu pengawasan, melainkan permenungan bahwa kita hanya memerlukan sedikit peraturan, yakni kemampuan diri untuk tahu diri.

Tuesday, November 11, 2025

Rhoma, PPP, dan Orde Baru

Warga terpaksa menggelar kampanye di "bukit" berbatu. PPP kala itu digencet habis-habisan. Namun, di tanah Rosong, Ganding, Sumenep, umat tetap menyemut sebagai wujud perlawanan. Manakala Golkar bisa menggelar acara di tanah lapang.

Ini hanya sekelumit kepongahan kekuasaan, yang membawakan dirinya menerima demokrasi, padahal seolah-olah. Meskipun samar-samar dalam ingatan, saya merasakan getaran yang kuat hingga saat ini. Melawan mereka yang congkak!

Pada 30 November 1977, secara resmi lagu Hak Asasi Manusia dilarang disiarkan di televisi. Padahal nyanyian ini menggelorakan Pancasila sebagai dasar negara. Jelas, rezim Orba sangat takut pada kebebasan berbicara. Naga-naganya kini pembungkaman berjalan dengan cara lain. Ngeri!

Menjelang pemilu 1982, Bang Haji lagi-lagi mengguncang khalayak. Nomor Indonesia yang mengkritik prilaku rasuah telah mendorong pemerintah menjegalnya. Negeri kaya ini dimiskinkan oleh segelintir orang. Sungguh kritik pada oligarki yang telak, kala orang-orang masih bertiarap menghadapi kekuasaan yang sombong.

Keterangan: Gambar ini melukiskan suasana kampanye PPP di era Orde Baru
 

Kereta Api Pandalungan

 

Saya menunggu kereta api yang akan mengangkut tubuh dan pikiran saya ke Jatinegara. Duh, selawat Al-Khushary dari dua corong masjid berkumandang. Tentram meraja lela.

Ada 4 bule dengan tas ransel besar. Dua ibu di sebelah yang ngobrol. Seorang anak kecil menangis kejet. Kebanyakan penumpang memelototi layar telepon genggam.

Di dalam gerbong, Saya nanti akan membaca disertasi UIN Walisongo tentang sejarah tokoh melalui kajian Living Qur'an dengan pendekatan etnografis. Ko-promotornya adalah teman seangkatan dulu, dia Syariah, saya Ushuluddin. Pengujinya kakak kelas di IAIN Sunan Kalijaga.

Sebagai pengajar mata kuliah Living Qur'an, saya melihat kitab suci itu hidup dalam banyak kegiatan warga, seperti Yasinan, Tahlilan, dan selamatan. Namun, sebagai penganut pedagogi kritis, saya ingin melihat surah Yasin itu dibaca oleh petani, nelayan, dan buruh sebagai pesan Tuhan yang membebaskan. Firman bukan penglipur lara dan obat penenang. Khalas.

Kisah di Balik Persidangan

Seusai sesi terakhir dari 4 seri diskusi, kami pun berfoto bersama. Acara yang digelar oleh Majelis Masyayikh meneguhkan peran pesantren sebagai lembaga pendidikan, pengabdian, pengkaderan, dan pemberdayaan masyarakat.

Saya mencatat banyak hal dari pertemuan Konferensi Tahunan Pendidikan Pesantren I di Tebet. Namun, ada hal-hal sederhana yang saya temui selama acara berlangsung, yakni pertemuan dengan para pengelola dari latar belakang daerah maupun corak organisasi keagamaan.
Semisal, peserta sebilik saya adalah Ust Sanusi yang berkhidmat dan STIE Ganesha, lulusan pondok Sarang. Ia kini tinggal di Depok. Kami bertukar cerita dari banyak sisi kehidupan, dari rutinitas para komuter, pendidikan lanjut, dan masalah keseharian. Ia harus memastikan kehadirannya di kegiatan RT, seperti ikut serta dalam tahlilan.
Saya juga mendengar pengalaman Kiai Masruri, Darul Istiqomah Bondowoso, yang bercerita tentang lapangan sepak bola pondok yang dibuat agar santri berolahraga. Kisah santri Timor Leste yang belajar di sini menerbitkan rasa ingin tahu lebih besar apakah yang mendorong mereka belajar di Maesan?
Kiai Rifki berbagi pengalamannya belajar di Timur Tengah. Di sela menikmati sarapan, kami pun bertukar cerita hal ihwal ringan seputar perjalanan kegiatan. Pilihan menu itu menunjukkan kesadaran tentang tubuh. Saya tentu menjaga asupan agar gula ditakar sebab ia tak perlu digelontor berlebihan.
Pendek kata, gelaran tahunan ini tidak hanya apa yang berada di atas panggung, tetapi di balik dan depan pentas, yang mungkin tidak terekam kamera resmi, tetapi berbekas di hati. Bila setiap individu membawa catatannya sendiri, maka tahun depan masing-masing diuji untuk membentangkan makalah penelitia terkait peran pondok di alaf kedua.

Monday, November 10, 2025

Stasiun Gubeng

Pukul 11 kereta api tiba. Stasiun tak begitu ramai. Kedai-kedai tutup. Sementara, radio Suara Surabaya memberitakan bahwa Badan Gizi Nasional (BGN) akan memperkenalkan menu lokal untuk mengurangi sampah makanan.

Pramugari menawarkan nasi goreng Parahyangan pada para penumpang. Sang masinis berdiri di depan pintu. Dari jendela, saya melihat kota tampak lengang. Rehat itu nikmat. Tidur itu memasuki ruang lain dalam kehidupan.

Saya menarik napas. Sebentar lagi, Blambangan akan menjejaki tanah Probolinggo. Setiap perjalanan akan berhenti di satu titik, dan akan melanjutkan ke titik lain. Namun, apa pun destinasi yang menjadi tujuan, kita akan kembali pada pikiran dan perasaan sendiri. 
 

Ketungguan

Kita sering menggunakan kata penantian, sebuah proses untuk mendapatkan giliran. Saya menyodorkan ke-an dan kata dasar tunggu, sebuah pilihan sadar untuk berada di sini, kini, dan sebegini di ruang tunggu. Bukan ruang nanti, kan?

Saya tahu pukul 12.23 kereta api bertolak, tetapi saya juga akan mengalami ketungguan yang lain dalam gerbong. Kala 00.36 sampai, saya tetap berada di ruang, waktu, dan kondisi tertentu. Jadi, ke mana-mana kita akan membawa kepikiran, kerasaan, dan kedamaian sendiri.

Tak lama kemudian, para penumpang bergegas untuk menaiki Blambangan, yang bertolak tepat waktu. Tabik, Jonan! Di dalam gerbong, saya menjalani keseharian, sebagai orang yang suka menikmati lagu, membaca buku, dan mendengar deru, tepatnya bunyi. Bukankah derik rel itu semacam musik juga? 
 

Sunday, November 09, 2025

Bulgogi, Kopi, dan Aturan Pesantren

 

Hitam berarak menyelimuti matahari. Mendung tampak terlihat dari jendela. Saya baru saja makan bulgogi dan lalu menyesap kopi.
Dialah Tuhan. Ebiet G Ade menyerahkan semua perkara pada Pencipta alam. Ini menebalkan kepercayaan kita yang mengaji Syarh al-Hikam bahwa segala hal dalam kuasa Tuhan.
Dalam perjalanan panjang, saya akan melakukan banyak hal di kereta api, yang sehari-hari kami lakukan, salat, membaca, menikmati musik, dan merenung. Anda tentu juga menunaikannya.
Kita mesti telanjang dan benar-benar bersih. Debu itu kudu disingkirkan, seperti pamer (riya), dengki, dan sombong. Jadi, bila ada petaka, kita wajib berbenah. Kepada-Nya kita kembali. Khalas.

Tulus

Saya menginap di rumah adik di Rawa Wadas Pondok Kopi Jakarta Timur. Dulu, saya membelanya kala diganggu oleh temannya di sekolah dasar. Semua abang akan melakukannya, bukan? Penyuka Sheila on 7 ini menunjukkan ketulusannya dalam menjaga hubungan persaudaraan, baik pada kakak perempuan dan lelakinya.
Kemarin dan pagi tadi kami ngobrol ke sana ke mari, dari bola hingga politik. Alhamdulillah kami akan mudik di lebaran nanti. Bila hari-hari sebelumnya bertukar sapa melalui panggilan video, nanti kami berencana ziarah ke makam kakek di Gili Genting.
Tautan itu bermula dari keluarga, baru warga dan negara. Pelan dan pasti, ketiganya berjalan secara serentak. Kita tinggal menentukan ruang dan waktu untuk membawakan diri.

 

Saturday, November 08, 2025

Kelas Berjalan

Kami membahas topik Hermeneutika Kritis secara daring (online, atas talian). Di ruang kerja sama (Coworking space) stasiun Jatinegara, saya bersemuka secara maya dengan mahasiswa S2 Studi Islam. 

Apa maksud gerakan ganda dalam pikiran Fazlur Rahman? Apa mungkin menghadirkan masa lalu dan menyingkap masa kini untuk mengungkap tanda dari sebuah peristiwa? Semisal, apa pengertian dermawan di era nabi dan kini? Lalu, kala kita mwnggabungkan apakah secara konkret adalah sikap filantropis Peter Singer yang mendonasikan 80% gajinya untuk badan amal? 

Sebelumnya, saya mengisi kelas S3 yang mengulik epistemologi era klasik, modern, dan kontemporer. Dalam aspek ini, wangsit itu berada dalam periode mana? Sebab, saya merasa menerima pesan dari langit, yang gamang untuk menyebutnya, apakah ini ilham atau intuisi. 

Aha! Ternyata pesan untuk segera makan di restorasi itu didorong oleh rasa lapar, bukan bisikan dari atap gerbong.

Friday, November 07, 2025

Nurul Hidayah

Sepulang dari subuhan, saya ngobrol dengan Pak Sugeng, penasehat masjid, yang pensiunan BI. Kami bercerita Hebitren. Beliau bercerita bahwa karpet baru diganti. Pantesan, tadi saya merasakan kebaruan. Tambahnya, kami hanya perlu hitunga jam, uagn terkumpul dengan cepat, dan takmir membeli tikar sembahyang dalam waktu singkat. 

Di sini, saya bermakmum pada imam yang membaca surah al-Kahfi hingga ayat kesepuluh dan surat A-Tin di rakaat kedua. Tanpa zikir dan qunut, salat berlangsung khidmat. Saya juga memerhatikan keadaan masjid yang diresmikan oleh Pak Parjio, gubernur BI, yang bersih dan asri. Di pintu masuk, ada tempat mencuci tangan. Sebelum keluar, saya membersihkan tangan karena memungut daun yang jatuh dan memasukkan ke tong sampah. 

Pohon siwalan yang berdiri kokoh di banyak titik mengingatkan kampung halaman, Ganding. Kadang kita merasa nyaman apabila ruang itu menyediakan sesuatu yang familiar dengan keseharian kita, meskipun tak semuanya. Setidaknya, ada yang dimiliki bersama. Khalas.

 

Gus Duri, Pejalan Tangguh

Mas Gus Duri telah menembus halaman opini Jawa Pos kala masih kuliah S1 UINSA. Ia dan kawan-kawannya membentuk kumpulan laskar ambisius untuk berkarya di media. Lelaki asal Dungkek ini juga bikin portal untuk memberi ruang bagi penulis menyusun gagasan alternatif.
Sebagai pemikir di Poltracking, mahasiswa S3 UI ini sedang memoles tugas akhir terkait persepsi elektoral dalam telaah filsafat. Memang politik itu berkelindan erat dengan perasaan warga tentang calon, bukan pemahaman rasional. Kata Harari, sekelas Enstein tak akan memeriksa platform dan program kandidat.
Apa pun perdebatan, baik tentang politik dan kuasa, ia berakhir di meja Pagi dan Sore Tebet. Namun pertemanan hanya perlu kesepahaman, di mana kita hanya menghidupi keseharian dengan kehangatan dan keriangan. Sementara isu keagamaan yang kami bahas adalah kecenderungan dalam sunyi dan ramai dalam bakti, tanpa membawa belati. Sejati.

 

Kajian Kitab Tingkat Lanjut

Paling kiri adalah Pak Ainol Yaqin. Bersama Pak Moh Jasri Ahyak beliau menghidupi kajian kitab kuning bulanan, Lailiyyah Syahriyyah di Pondo...