Aslam melihat bahwa ada kecenderungan orang berpikir kategoris, hanya berdasarkan satu disiplin tertentu. Dengan memahami genetik secara biologis, pembaca bisa mengandaikan implikasi etis dan politis, misalnya obat tertentu bisa "cespleng" untuk ras ini dan itu. Dengan demikian, soal tubuh tidak hanya dilihat dari satu ilmu, tetapi juga disingguh oleh pengetahuan yang lain.
Pendek kata, gagasan besar Amin Abdullah tentang kajian agama secara multidisiplin mendapat tempat dan pada gilirannya dalam menyelesaikan masalah bersifat multidimensi, sehingga dalam pengambilan keputusan tidak bias. Lalu, bagaimana dengan vaksin? Sama saja, suntikan itu juga mengandaikan orang yang diuji klinis sebelumnya.
Saya sendiri menyodorkan soal bagaimana tentang meramalkan masa depan dari gen - dan kemudian mengubah takdir melalui manipulasi genetik? (hlm. 417) Jelas, kehadiran sains menantang pandangan Akidah atau Teologi tentang nasib manusia. Jadi, perdebatan tidak hanya soal aliran-aliran kehendak bebas ("free will") dan determinisme dalam narasi yang beku.